Pembunuhan Arnold Clemens Ap dan Eduard Mofu yang dilakukan secara rapi melalui skenario pelarian dari penjara.
Penangkapan dan Penahanan
30 November 1983
ARNOLD Clemens Ap
ditangkap oleh dua anggota pasukan baret merah dari Kopassandha (kini
Kopassus), satuan elite yang, telah melancarkan operasi-operasi khusus
di Papua Barat selama beberapa bulan. Sekitar 30 orang lainnya ditangkap
hampir pada waktu yang bersamaan.
Pada 6
Desember, harian di Jakarta, Sinar Harapan yang melaporkan penangkapan Arnold
Ap mengatakan, keluarganya kehilangan kontak dengan dia. Pada 16 Desember,
surat kabat tersebut melaporkan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) di
Jakarta menilgram komandan militer di Irian Jaya memrotes, bahwa adalah
melanggar hukum, jika seorang tahanan tidak diberitahukan keberadaannya kepada
keluarganya, dan menegaskan, bahwa menurut Hukum Acara Pidana, seorang tahanan
harus diajukan ke depan pengadilan atau dibebaskan. Pihak YLBHI berupaya keras
agar kasus Arnold Ap ditangani menurut Hukum Acara Pidana yang berlaku pada
akhir 1981.
13 Desember
1983
Selama diinterogasi dan disiksa di Panorama, bekas
sebuah klab malam digunakan sebagai pusat interogasi Kopassandha, Arnold Ap
dipindahkan lagi ke Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih.
20 Januari 1984
Bersama empat tahanan lainnya, GJR, AR, AM dan OY,
Arnold Ap dipindahkan lagi ke Markas Besar Pasukan Kepolisian, Kodak XVII. Di
sana, mereka di bawah pengawasan langsung Letkol Soedjoko, Kepala Seksi Satu
(Intelijen) di Kodak XVII. Hal ini ditempuh untuk menunjukkan, kasus ini kini
ditangani sesuai Hukum Acara Pidana yang menetapkan, bahwa hanya aparat kepolisian yang boleh melakukan
penangkapan dan penyidikan.
Sejak itu, sampai dengan Å“saat upaya pelarian dan
pembunuhan tiga bulan kemudian, kelima tahanan itu bukan diinterogasi oleh
pihak tentara, melainkan polisi dan dengan œcara yang agak lebih
manusiawi, menurut pihak resmi di Jayapura.
Sebelum dipindahkan, Arnold telah ditanyai mengenai
laporan Sinar Harapan. Para interogator Kopassandha berjanji untuk
melepaskannya, jika ia memberitahukan siapa yang Å“membocorkan informasi itu.
Teman-teman dan kenalannya juga ditekan oleh para
interogator untuk mengungkap sumber itu. Menurut sumber resmi di Jayapura, Å“upaya-upaya
untuk menemukan sumber dari menyebar luasnya laporan itu, berlangsung hingga
pertengahan Januari.
Berita Oikoumene, publikasi bulanan Dewan Gereja-gereja di Indonesia
(DGI), terbitan Januari 1984, melaporkan penangkapan Arnold.
21 Januari
Kepala Kepolisian Daerah Soewarso, dalam sebuah surat
No. B/04/I/1984, memberitahukan majikan Arnold, rektor Universitas Cenderawasih
(Uncen) mengenai penangkapan Arnold sebagai tanggapan atas penyelidikan rektor
tentang hilangnya Ap. Sang rektor menskors Ap sejak akhir Maret dan Å“untuk
sementara waktu memberhentikannya sebagai kurator Museum Antropologi Uncen.
Kendatipun tak ada tuduhan resmi (formal) yang
dikenakan, putusan pengadilan diam-diam dilangkahi. Gajinya dipotong hingga 25
persen. Rektor mengeluarkan Surat Pemberhentian Nomor: 137/UP/UC/84, mengingat
kenyataan, Ap telah ditangkap atas tuduhan subversi. Baik kepolisian maupun
rektor telah melanggar asas praduga tak bersalah yang diakui menurut hukum
Indonesia.
11 Februari
Sebuah pemberontakan di Jayapura gagal, dan dua orang
Papua yang mencoba mengibarkan bendera Papua Barat di pinggir kantor gubernur
tewas. Banyak orang Papua yang menjadi anggota angkatan bersenjata, melakukan
desersi dan melarikan diri ke Papua New Guinea. Istri Ap, Corry dan tiga
anaknya, bersama orang Papua lainnya, termasuk para dosen Uncen dan orang-orang
Papua yang bekerja di pemerintah daerah, juga melarikan diri ke Papua New
Guinea (PNG).
Februari (tanggal tak jelas)
Pada suatu upacara pengibaran bendera, komandan
militer Irian Jaya, Brigjen Sembiring Meliala, menyampaikan kepada organisasi
kepemudaan KNPI Cabang Irian Jaya, bahwa Ap ditahan dan ditanyai setelah
mengakui, bahwa lagu-lagu Mambesaknya dimaksudkan untuk membangkitkan Å“perjuangan
separatis OPM.
25 Februari
Kasus Arnold Ap dilimpahkan kepada Penuntut Umum yang
mengesankan bahwa tuntutan yang sah kini bisa dilakukan. Ia seharusnya
dipindahkan ke Penjara Abepura, namun Letkol Soedjoko Å“berdalih, Penjara
Abepura penuh sesak dan keadaan di sana tidak terjamin; ia menjelaskan Ap dan
rekan-rekan harus tetap di pusat penahanan Kodak XVII. Di Jakarta, empat orang
Papua−Ottis Simopiaref, Loth Sarakan, Johannes Rumbiak, Jopie Rumajau− yang
mengadu ke Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengenai
penangkapan-penangkapan di Jayapura, termasuk terhadap kolega mereka, Arnold
Ap.
Keempat orang ini, kemudian berada di bawah
pengawasan. Khawatir akan nasib mereka, berkaitan dengan operasi pasukan-maut
tentara di berbagai tempat di Jawa (penembakan misterius/petrus), mereka
meminta suaka ke Kedutaan Besar Belanda pada 29 Februari. Mereka akhirnya
diperbolehkan berangkat ke Belanda di bawah perlindungan Belanda, dua minggu
kemudian.
9 Maret
Eduard mofu, salah seorang anggota kelompok Mambesak,
ditangkap anggota pasukan Kopassandha dan ditahan selama dua minggu di pusat
interogasi Panorama.
13 Maret 1984
Sinar Harapan Å“mendapat peringatan keras, karena melaporkan
mengenai pelanggaran Hukum Acara dalam kasus Arnold Ap. Pemerintah berkeras,
bahwa para tahanan diperlakukan sesuai hukum yang berlaku. Departemen
Penerangan yang, pernyataannya dipublikasikan surat kabar menegaskan, bahwa
laporan yang menyebabkan gangguan keamanan di Irian Jaya itu Å“mengancam
hubungan Indonesia dengan negara sahabat tertentu.
24 Maret
Mofu dipindahkan ke Kodak XVII begabung dengan Ap dan
rekan-rekan. OY telah dibebaskan, sehingga kini terdapat lima tahanan di Kodak
XVII. Arnold mengatakan dalam pesan yang direkam yang, diselundupkan keluar
penjara, bahwa Letkol Soedjoko menanyainya, apakah ia menginginkan Mofu
bergabung dengan mereka. Ini merupakan ciri khas upaya-upaya Soedjoko untuk
menguatkan atau meyakinkan Ap.
Maret 1984a
Ap bersama rekan-rekan setahanan, tampaknya
mendapatkan bantuan hukum dari para pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH)
Uncen. Ia telah ditawari bantuan hukum oleh YLBHI di Jakarta, namun memilih LBH
Uncen.
Meskipun tim pembelanya tidak berfungsi sebagaimana
mestinya, karena salah seorang anggotanya Hengky Kafiar sudah melarikan
diri ke PNG, dan anggota lainnya, Adi Suwarno, telah dikeluarkan karena dugaan
ketidakberesan keuangan, sementara yang ketiga, Fred Marten Kareth, sakit keras
di rumah sakit.
Ini kali pertama para pengacara hak asasi manusia
Indonesia mendapat tawaran kasus politik di Irian Jaya. YLBHI pada waktu itu
berupaya mendirikan cabangnya di Jayapura. Ditambah dengan sorotan Sinar
Harapan atas kasus Ap merupakan pertanda munculnya keprihatinan di
Indonesia terhadap pelanggaran hak asasi manusia di Irian Jaya. Terlebih lagi,
Arnold terkenal dan sangat dikagumi di kalangan sejumlah intelektual di Jawa.
April 1984
Berita Oikoumene April memublikasikan sebuah surat bernada keras dari
dua pengurus GAMKI, organisasi Kristen di Jayapura, dan kepala Bimas Kristen,
Departemen Agama Provinsi Irian Jaya, mengkritik laporan jurnal, Januari,
mengenai penangkapan Ap.
Å“Menurut pendapat kami, tulis mereka, Å“Panglima
Daerah Militer (Pangdam) Irian Jaya, Brigadir Jenderal Sembiring, tidak bisa
sembarang menangkap dan menahan seseorang, kecuali kalau kasusnya sangat jelas
atau ada alasan kuat yang meyakinkan, bahwa seseorang tersebut melakukan
sesuatu yang dapat mengganggu keamanan dan keutuhan bangsa Indonesia.
31 Maret dan 10 April
Tiga dari para tahanan diperiksa di pengadilan. Arnold
Ap, GJR dan Eduard Mofu dijadikan tersangka, namun pemeriksaan ditunda tanpa
ada tuduhan yang dikenakan, sebab tidak ada saksi. Salah seorang saksi yang
mangkir yang, mungkin menyebabkan penangguhan ini adalah Marthen L. Rumabar,
anggota kelompok Mambesak yang mungkin ikut kabur ke PNG.
Sementara, sanak Ap dan GJR diberitahukan bahwa tidak
terdapat bukti-bukti yang memadai untuk menuntut mereka, namun pihak
tentara tidak mau membebaskan mereka. Kendatipun menurut rekaman pesan
Ap awal April, Letkol Soedjoko menjanjikan kepada para tahanan, pembebasan
mereka pada 10 April.
Sejauh yang diketahui, Ap dituduh telah mengatur
sebuah pertemuan antara seorang profesor Amerika dan seorang pemimpin OPM pada
1981, bahwa ia telah membantu Fred Athaboe (?) untuk melarikan diri dari Irian
Jaya, dan bahwa lagu-lagu rakyatnya mengekspresikan dukungannya terhadap OPM.
14 April
Ap dan rekan-rekan setahanan diberikan makanan dan
minuman terbaik oleh para interogator mereka yang, akhirnya memperkuat
keyakinan mereka, bahwa pembebasan mereka di ambang pintu. Memang selama
penahanan mereka di Kodak XVII, mereka diberikan fasilitas dan perlakukan
berlebih oleh Letkol Soedjoko. Mereka diperbolehkan menggunakan radio dan alat
rekam Ap (yang ia gunakan merekam pesan kepada istri dana anak-anaknya). Daniel
Mandowen, salah seorang anggota Mambesak yang tak ikut ditahan, sering
diizinkan mengunjungi mereka, kerap tinggal mengobrol, menyanyi dan membuat
rekaman hingga larut malam.
Dalam beberapa kesempatan, Ap diperbolehkan keluar
tahanan, dan terlihat di kampus Uncen bersama Letkol Soedjoko, rupanya untuk
mengambil cek gajinya. Ap mengatakan dalam pesannya, Soedjoko mengizinkannya
memperoleh alat rekam Å“untuk membantu saya, sebab ia tahu saya seorang seniman
dan suka memainkan musik daerah. Ia benar-benar memberikan sesuatu yang saya
harapkan. Pesan itu penuh optimisme, mungkin karena ditujukan kepada istri dan
anak-anaknya, dan ia ingin menguatkan moral mereka.
15 April
Hingga saat itu, Ap telah dikenai tahanan 50 hari
tanpa dakwaan. Menurut Pasal 25 Ayat 4 Hukum Acara Pidana, ia seharusnya
dibebaskan. Meskipun janji pembebasan tidak pernah direalisasikan.
Sabtu Paskah, 21 April
Para penjaga mengizinkan Pendeta Bonay untuk beribadah
Paskah bersama Ap dan rekan-rekan setahanan. Ibadah dilangsungkan dalam sel
tahanan yang, juga dihadiri para penjaga. Pendeta Bonay meninggalkan para
tahanan pada pukul 12.00, malam di mana Å“upaya pelarian berlangsung.
Pagi berikutnya, pendeta lainnya datang untuk
memberikan pelayanan Hari Paskah, namun tidak diperbolehkan masuk. Ia tidak
diberitahukan tentang tak adanya tahanan di sel. Hari berikutnya, Letkol
Soedjoko mengabari ibunda GJR, bahwa putranya sudah melarikan diri dari penjara
bersama empat rekan setahanan.
Penangkapan Arnold Ap memancing protes di luar negeri,
terutama dari sejumlah teman Ap di Australia. Penangkapannya sering dimuat
pers, dan kasusnya secara luas mendapat sorotan sejumlah akademisi. Sorotan
juga banyak muncul di Belanda.
4 April 1984
Senator Allan Missen dari Partai Liberal Australia dan
Ketua Kelompok Parlemen dari Amnesty International, menyurati Menteri Luar
Negeri Australia menanyakan tentang 30 orang yang ditangkap di Irian Jaya pada
akhir 1983. Ia juga meminta pemerintah Australia melakukan penyelidikan
menyangkut nasib Ap dan rekan-rekan setahanan, dan melakukan upaya untuk
memastikan pengadilan yang jujur terhadap mereka atau pembebasan segera.
Penyelidikan ini dipimpin Duta Besar Australia di Jakarta.
Walaupun Departemen Dalam Negeri tidak menanggapi
surat Senator Missen hingga 9 Mei (dua minggu lebih setelah kematian Ap), dan
baru dilakukan setelah didesak Missen. (Senat, kolom 1871, Australian
Hansard, 9 Mei 1984). Jawaban itu mengatakan, antara lain: Tidak diperoleh
informasi yang jelas mengenai keberadaan Tuan Ap, namun kami tetap melanjutkan
penyelidikan kami.
Penyelidikan mengenai Arnold, misalnya, dilakukan Duta
Besar kita selama kunjungannya ke Irian Jaya baru-baru ini. Kami tahu dari
laporan-laporan pers, bahwa Tuan Ap telah meninggal, namun laporan-laporan itu
belum dikonfirmasi.
Belakangan, Mantan Menteri Luar Negeri Indonesia (Mochtar
Kusumaatmadja) merujuk Duta Besar Australia sebagai sumber informasinya
mengenai dugaan peristiwa kematian Arnold Ap yang diperoleh Duta Besar itu
selama perjalanannya ke Jayapura. Karena itu, surat kepada senator Missen
menyesatkan, seakan sang Duta Besar sudah sangat paham tentang kematian itu. [suaraperempuanpapua.org]
COMMENTS